logo yayasan mujahidin

Sedang memuat ...

Berita

Foto Khutbah Jum'at 5 Maret 2021 "Pemberdayaan Ruhani untuk Perilaku dan Produktifitas Kerja"

Khutbah Jum'at 5 Maret 2021 "Pemberdayaan Ruhani untuk Perilaku dan Produktifitas Kerja"

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Manusia adalah ciptaan Allah swt, sedangkan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu manajemen, sains dan teknologi, kebudayaan, adat istiadat adalah produk dari hasil nalar ide manusia. Dengan produk-produknya itu, manusia lalu mencoba menyelesaikan permasalahannya. Jika permasalahan itu berasal dari produk manusia, tentu manusia memiliki kemampuan untuk menemukan solusinya. Namun, jika permasalahan itu justru bersumber dari dalam diri manusia sendiri, rasanya tidak mungkin manusia dapat menyelesaikannya secara final, tuntas, dan komprehensif. Hal ini karena manusia memang memiliki keterbatasan, tidak ada manusia yang sempurna.

Banyak persoalan dalam kehidupan kita, termasuk di bidang organisasi, manajemen, dan permasalahan sosial yang sumber masalahnya sesungguhnya berasal dari dalam diri manusia. Apalagi jika permasalahan itu menyangkut perilaku manusia, jelas berawal dari dalam diri manusia yang kemudian terjadi saling mempengaruhi dengan lingkungan eksternalnya. Karena itu, untuk menyelesaikan persoalan perilaku manusia harus melibatkan peran Tuhan, karena Allah swt sebagai Pencipta manusia yang paling tahu tentang diri manusia. Sungguh manusia hanya bisa memohon, menebak, mengira-ngira, memprediksi, dan tidak akan pernah sampai pada penyelesaian final. Dalam firman Tuhan disebutkan:

 “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah 2: 216)

Ayat di atas menegaskan keterbatasan manusia untuk mengetahui manfaat dan mudarat segala sesuatu, termasuk manfaat dan mudarat dari produk yang diciptakan manusia sendiri. Karena itu, sudah semestinya manusia dalam kehidupannya senantiasa bergantung kepada Allah swt.

Artinya produk manusia tidak mungkin dapat menyelesaikan persoalan diri manusia. Sebaliknya, hanya Allah swt Sang Pencipta manusia yang mampu secara absolut menyelesaikan permasalahan dalam diri manusia, termasuk permasalahan perilaku manusia agar senantiasa positif. Spiritualitas dan niat, sesungguhnya memiliki kekuatan mengontrol sifat manusia, oleh sebab itu ruhani sebagai sumber spiritualitas dan niat, harus dididik oleh Tuhan secara langsung. Caranya, ruhani harus senantiasa ingat Tuhannya (zikrullah), melalui kontrol suara hati, sehingga memperoleh bimbingan dan petunjuk dalam segala perbuatannya. Tanpa intervensi Tuhan, maka produk manusia akan memberikan feedback negatif dan terjadi interconnected influence dengan sifat manusia.

Hal ini menegaskan peran Tuhan untuk mendidik ruhani agar mampu mengendalikan sifat-sifat manusia. Tanpa intervensi Tuhan, ruhani tidak akan mampu mengendalikan sifat manusia. Bahkan ruhani bisa dikalahkan dan dikendalikan oleh sifat manusia, sehingga rasa kebenaran hilang, dan yang muncul adalah niat dan perilaku negatif manusia.

Dengan demikian, pendidikan ruhani adalah hak absolut Allah swt sebagaimana ditegaskan dalam firman berikut ini:

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. 17: 85)

Ayat tersebut menginformasikan bahwa ruhani hanya bisa diurus dan dididik oleh Rabb atau Tuhan. Manusia tidak bisa mendidik ruhnya sendiri atau ruh orang lain, apalagi produk manusia. Artinya, pendidikan ruhani tidak bisa dilakukan dari manusia ke manusia, dari guru ke guru, atau dari sekolah ke sekolah. Urusan ruh adalah hak prerogatif Tuhan. Karena itu, ruh wajib diurus oleh Tuhannya. Mulai pertama kali ruh ditiupkan (QS. as-Sajadah [32]: 9) hingga pada waktunya dikembalikan (Q.S. az-Zumar [39]: 42), adalah mutlak kewenangan Tuhan. Karena itu, hubungan Tuhan dengan ruh bersifat direct influences (berpengaruh langsung) (QS. asy-Sura [42]: 52), tidak bisa diintervensi oleh siapapun dan apapun.

Ruh adalah Human REALsource (HRs), yaitu sumber dayanya manusia yang berfungsi sebagai sopir (driver) untuk mengendalikan sifat-sifat manusia yang negatif. Cara Allah swt menyelesaikan persoalan manusia adalah dengan mendidik sopirnya (Ruhani), bukan mengurus kendaraannya (Badan). Agar terdidik oleh Tuhan, ruhani harus senantiasa ingat Tuhannya melalui kontrol suara hati (voice of the heart), setiap manusia akan memperoleh petunjuk (taufiq dan hidayah) berupa inspirasi dan bimbingan dalam segala tindak-tanduk dan perilakunya.

Untuk mengobjektivikasi nilai Ruhani ke dalam aktifitas kehidupan, adalah dengan cara melaksanakan manajemen dengan hati. Yaitu dengan menertibkan niat atau suara hati yang muncul, jangan cepat bertindak atau berkata, dengarkan dulu suara hati. Segala sesuatu mesti timbang rasa, jangan terburu-buru berbuat, renungkan dulu, apa manfaat dan mudharatnya,  baik dan buruknya. Dalam dunia kerja, dengan senantiasa menegakkan suara positif, maka akan lahir budaya positif dan perilaku positif di sebuah instansi. Budaya positif melahirkan positive self motivated dan produktivitas, bahkan beyond motivation.

Sesungguhnya Ruhani juga mengajak fokus pada perbaikan diri sendiri, dan tidak menilai-nilai orang lain. Hasil yang dicapai jika kita mampu mengontrol suara hati, maka ruhaninya akan terdidik secara otomatis oleh Tuhannya. Semua perbuatannya akan terbit dari hati (min taqwal qulub), bukan terbit dari sifat manusia yang penuh hawa dan nafsu. Implikasinya, ia akan senantiasa berperilaku positif, disuruh atau tidak disuruh, ada aturan atau tidak ada aturan, ia akan terdorong untuk senantiasa berbuat positif.

Pemberdayan Ruhani tidak saja bermanfaat untuk memperbaiki manajemen, namun justru bermanfaat bagi diri pribadi, orang lain, dan lingkungan secara berkesinambungan. Hal ini karena pemberdayaan Ruhani akan berimplikasi pada pembentukan pribadi yang jujur, rendah hati, amanah, bertangung jawab, dan sifat positif lainnya. Karena itu, Ruhani value ini tidak hanya penting bagi karyawan dalam suatu perusahaan, namun bagi semua manusia dalam segala aspek kehidupannya, dalam rangka untuk mencapai kemenangan diri baik dalam kehidupan pribadinya maupun karirnya. Sebagai contoh sederhana, orang yang telah terdidik ruhaninya, misalnya di hadapannya terdapat uang yang bukan miliknya, kemudian ada godaan untuk mengambilnya, secara otomatis akan muncul suara hati yang melarang dan mencegahnya, sehingga ia pun terhindar dari perilaku negatif tersebut.

                                   

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Dalam konteks amaliah, ada beberapa langkah praktis mengaplikasikan fungsi Ruhani baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam organisasi:

  1. Setiap akan melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan hendaknya terlebih dahulu ingat akan Tuhan Sang Pencipta;
  2. Setiap akan melakukan tindakan tidak terburu-buru, namun terlebih dahulu mendegarkan suara hatinya melalui rasa;
  3. Setelah dia mendengarkan suara hatinya, maka ada suara yang positif dan negatif;
  4. Suara yang negatif tersebut dikontrol dengan suara yang positif (niatnya ditertibkan);
  5. Melakukan kontrol suara hati tersebut secara terus menerus secara berkesinambungan sehingga menjadi kebiasaan;
  6. Kebiasaan mengontrol suara yang negatif tersebut akan menjadikan karakter yang positif;
  7. Karakter yang positif akan membentuk kepribadian yang positif;
  8. Perilaku kerja positif akan terwujud dalam bentuk integritas, profesionalitas, inovasi, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas yang tinggi sehingga sebuah instansi atau perusahaan akan jaya, dan karyawan sejahtera dunia dan akhirat.